Ketika
semua harapan semu hilang begitu saja tanpa permisi dan pamit, saat itu juga
aku menyadari bahwa mencintaimu hanya akan jadi khayalanku belaka. Lima tahun
melupakan segala tentangmu bukan suatu hal mudah buatku. Dalam kurun waktu
selama itu, aku harus berharap kembalinya dirimu. Selama lima tahun, aku harus
terkurung dalam kesendirian dan kesedihan mendalam. Tidak ada yang mampu
mengetuk hatiku kembali, seperti saat itu. Aku selalu berharap ada yang mampu
melakukannya, jadi aku tidak harus menunggumu. Aku kadang tidak mengerti kenapa
harus kamu? Kenapa tidak orang lain yang lebih mudah dan lebih dekat dengan
ku?. Tapi aku ternyata tidak mampu menjawab pertanyaan itu, mungkin hanya waktu
yang bisa menjawab semua.
Kisah
ini berawal dari perasaan suka ku pada salah satu pemuda yang terkenal seantero
sekolah. Meskipun kami ada di kelas yang berbeda, tapi aku tidak bisa berhenti
memikirkannya. Semua siswa bahkan guru sekolah kami sangat mengagungkannya
karena kecerdasannya dan kesopanannya yang tinggi. Dia bahkan tidak memiliki
kekasih selama dua tahun dia bersekolah. Seperti yang digosipkan, dia berasal
dari keluarga yang mapan dengan kondisi keuangan yang berkecukupan. Siswi mana
yang tidak ingin menjadi kekasihnya? Dengan latar belakang seperti itu, kau
bisa meminta apapun yang kau inginkan. Selain itu, orang tuanya juga terkenal
dermawan di sekolah kami yang kondisinya cukup memprihatinkan. Kadang aku tidak
mengerti, kenapa keluarganya menyekolahkan dia di sekolah swasta yang
biasa-biasa saja seperti sekolah ku?. Padahal dia bisa saja bersekolah
dimanapun yang dia inginkan, tanpa takut biaya yang mahal dan gaya hidup yang
hedon.
Sementara
aku? Harus bahagia dengan uang jajan yang pas-pasan dan gaya hidup yang biasa
saja. Nama ku Dania Khazanah, aku siswi yang biasa saja disini. Aku tidak
terkenal, keluargaku juga tidak kaya raya, nilai mata pelajaranku yang biasa
saja, tapi teman satu kelas ku akan memujiku karena kepandaian berbahasa
inggrisku yang cukup baik. Ini berarti aku harus membantu mereka semua setiap
ada ujian bahasa inggris. Aku juga tidak pernah mengikuti kegiatan apapun
disekolah, aku bukan anggota OSIS, dan juga bukan anggota PMR bahkan PASKIBRA.
Tapi aku bersyukur, dengan keadaan yang biasa saja seperti ini membuatku tidak
terlalu diperhatikan oleh warga sekolah yang lainnya.
“dania! Abis pulang sekolah jangan lupa buat ngumpul
bentar di ruang komputer..” dia tiara, sahabat baikku sejak pertama kali masuk
ke SMA
“jadi dibolehin pinjem ruang komputer?” timpal risa
“boleh kok, katanya emang kebetulan lagi nggak ada
yang pakai..” tiara duduk disebelahku dan memang kami selalu duduk sebangku
apapun yang terjadi
“oke, lumayan buat hemat duit jajan.. biar nggak
perlu ke warnet..” aku mengambil sebuah novel di tasku
Risa mengintip judul novel yang ku baca “aku lagi
baca apa dan?”
Aku membalik halaman depan novel “hopeless-nya Collen Hoover”
“nih anak bacaannya berat amat” tiara menggeleng
heran “lu engga capek baca setebel itu?”
Aku menggeleng pelan “kalau sudah hobi, apapu bakal
dilakuin..”
Seorang pemuda berlari menuju meja kami “duuuh..
kabar buruk...” dia piero, sedikit hedon tapi lumayan tampan
“ada apa pier?” tanya risa bingung
“itu.. itu..” piero mencoba mengatur nafasnya yang
ngos-ngosan “si nasir..”
“nasir sape sih?” tiara ikut bingung mendengar
ucapan piero “lu tenang dulu.. duduk dulu deeh..”
“aduuh nggak ada waktu!” piero menarik tangan tiara
“si nasir mau berantem sama alex!”
“hhuuwhaat?” reaksi lebay risa mengagetkanku
“susulin ra.. bisa rame tuh..”
“nasir mantannya tiara yang anak IPS 3 itu? Bakal
berantem sama alex anak IPA 1 yang tajir melintir itu?” tanya ku datar “susulin
deh, kayanya ini ada hubungannya sama kamu deh..” aku menutup novel ku dan
menyeret tiara keluar kelas.
Seperti
duagaan ku diawal, mereka bakal berantem beneran di lapangan basket belakang
sekolah. Ini imbas dari kejadian seminggu lalu. Fyi aja, minggu lalu si alex anak IPA 1 itu nembak tiara
terang-terangan di hadapan para hadirin yang terhormat siswa siswi SMA Z. Tapi
tiara menolak pernyataan alex, tentu saja penolakan tiara bukan berarti nasir
bakal berdamai. Nasir yang sudah jadi mantan pacar tiara selama hampir 2 tahun
tidak terima pacarnya diambil siswa terkenal di sekolah. Memang latar belakang
mereka berdua berbeda jauh, tapi bukan itu yang membuat tiara memutuskan nasir
dan menerima alex. Tiara bahkan tidak memilih mereka berdua.
“makanya aku malas memilih kalian berdua!” bentak
tiara
Nasir yang hampir memukul alex seketika berhenti
saat mendengar teriakan tiara
“teruskan saja, tapi jangan harap aku bakal mau
menemui kalian berdua lagi..” tiara nampak marah besar
Nino menghampiri nasir dan alex, usaha melerai kedua
pemua ini terbayar dengan teriakan tiara.
“yuk skuy bubar.. ini bukan tontonan..” aku berusaha
membubarkan kerumunan masa yang datang lagi.. datang lagi..
“bubar ya man teman.. sebelum guru BP dateng malah
berabe..” risa membantu ku membubarkan masa
Tiara menghampiri kedua pemuda yang bertengkar itu,
menggiringnya ke pojok lapangan tanpa berkata apapun. Aku, risa, nino dan piero
mengikuti mereka untuk memastikan tidak terjadi pertengkaran lagi.
Tapapan sinis tiara mengarah pada kedua pemua itu
“sudah ku katakan padamu alex, aku tidak menyukaimu..”
“dan kau nasir!” kini telunjuk tiara ikut diacungkan
ke arah nasir “kita sudah putus, aku tidak mau kembali lagi seperti dulu!”
“kalau kalian berdua masih saja begini, aku tidak
ingin mengenal kalian berdua lagi!” tiara pergi berlalu meninggal kan kami
semua mematung. Wajahnya memerah menahan amarah yang meledak-ledak.
Aku menarik tangan risa dan piero “kita susulin
tiara..”
Setelah
kejadian pertengkaran itu, mereka bertiga tidak saling menyapa selama beberpa
hari. Tiara bahkan memblokir nomor kedua pemuda itu agar tidak menghubungi dan
mengganggu tiara lagi.
**
Sudah
seminggu kami tidak mendengar kabar apapun tentang alex maupun nasir. Aku tidak
pernah merasa setenang ini, bahkan tiara sudah kembali tertawa. Aku bisa
melihat wajah tiara yang stress akibat perbuatan pemuda-pemuda itu. Tiara
memang terkenal dengan kecantikannya yang melegenda dalam sejarang kelas IPS.
Dia memang tidak pintar, tapi dia mampu mengalihkan dunia mu hanya dalam satu
kedipan. Bahkan ada yang rela menunggunya hingga putus dari nasir hanya untuk
berpacaran dengan tiara. Sedangkan saya? Hanya seorang jomblo yang tidak cantik
dan tidak terkenal juga di sekolah. Tapi para guru mengenalku dengan sebutan si
Inggris karena aku siswi IPS pertama dalam sejarah yang bisa menyabet
kemenangan setiap lomba pidato bahasa inggris di setiap lomba antar kelas.
Banyak yang heran, kenapa aku dulu tidak mengambil kelas Bahasa?. Kadang para
guru menyembutku The Mechanic, karena setiap pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi atau TIK aku selalu menjadi asisten guru komputer saat dia kelelahan
mengajar murid-muridnya terutama kelas IPS yang sangat sulit diatur. Bahkan aku
juga sering membantu merakit PC dan secara suka rela membersihkan dan merawat ruang komputer. Makanya aku selalu
diperbolehkan menggunakan ruang komputer kapanpun aku inginkan, para guru
sepakat memberiaknku kunci cadangan ruang komputer khusus untukku.
Jam
pulang sekolah berbunyi dengan keras. Jam istirahat merupakan jam yang paling
ditunggu oleh para siswa, terutama kelas IPS.
“dania, hari ini kau piket lagi di ruang komputer?”
tanya risa
Aku mengangguk “iya, katanya ada PC yang harus
dibetulkan.. aku ingin membantu juga..” aku membereskan buku yang masih tersisa
diatas meja “aku duluan ya.. sudah ditunggi sama pak benny..”
Aku pergi meninggalkan temanku yang masih saja duduk
di mejanya, dan segera menuju ruang komputer yang berada diantara kelas IPA dan
IPS. Aku berjalan dengan santai bersamaan dengan siswa lainnya yang lalu lalang
untuk pulang.
Ruang
komputer sudah terbuka, tandanya pak benny sudah ada di dalam. Asal kalian
tahu, dia merupakan guru komputer favorit di sekolah. Beliau ramah, tampan,
murah senyum dan sangat sabar dengan semua murid termasuk siswa IPS yang menurt
para guru sangat menjengkelkan.
‘knock.. knock..’ aku mengetuk pintu ruang komputer
agar terlihat sopan saja “pak benny..” aku tidak melihat keberadaan pak benny.
Aku dengan santainya melepas sepatu dan meletakkan tasku di salah satu meja di
ujung ruangan.
“pak benny..” aku mencari keberadannya di ruangan
yang tidak terlalu besar ini
“iya?” pak benny tiba-tiba muncul dari bawah salah
satu meja komputer “oh kamu sudah datang.. maaf saya tidak mendengar ketukan
pintunya..”
Aku hampir saja jantungan karena beliau “saya mau
piket hari ini pak..”
“iya silahkan..” pak benny mengangkat sebuah CPU
“ini mau saya betulkan dulu..”
“kayanya dua hari yang lalu sebelah sana sudah saya
bersihkan pak, dan ini sudah saya bersihkan juga..”
“iya bapak tahu, ini juga tidak berdebu.. bapak mau
mengganti RAMnya yang kayanya udah usang..”
Aku mengangguk “baiklah pak..”
Kegiatan
piketku di ruang komputer hanya membersihkan debu yang ada di dalam setiap PC
dan mengelap semua komponen seperti monitor dan membersihkan keyboard dari debu
yang terselip. Bukan pekerjaan yang berat, aku bahkan menyukainya. Karena
sambil aku membersihkan, pak benny menjelaskan secara mendetail
komponen-komponen yang ada di dalam CPU dan cara merawatnya. Kadang pak benny
memberikan ku kelas khusus tentang cara menginstall sebuah sistem operasi dan
membagi partisi harddisk yang ideal untuk sebuah komputer. Pernah satu waktu
pak benny menghadiahkan ku sebuah flashdisk berukuran 4GB yang paling bagus.
Pak benny bilang, ini hadiah karena aku mau membantunya secara sukarela dan mau
menjadi asisten setiap jam pelajarannya. Tentu saja, atas seizing guru yang
jamnya bertabrakan dengan jadwal pak benny.
Bakat
terpendamku terungkap sejak pertengahan kelas X (sepuluh) dengan persetujuan
dari para guru, pak benny menunjukku sebagai asistennya dan sudah hampir 2
tahun aku menjadi petugas ruang komputer
dan asisten dari pak benny. Karena hal itu, namaku menjadi dikenal oleh seluruh
siswa. Tapi tetap saja aku tidak memiliki kekasih karena aku sendiri yang
menutup diri dari semuanya. Aku takut kesenangan itu akan menganggu akademik ku
nantinya. Lagipula aku memiliki mimpi yang harus aku capai, sepertinya sangat
tidak mungkin aku membagi mimpi dan akademik ku dengan hal-hal yang tidak
terlalu penting.
##
